PRINGSEWU TV – GADINGREJO | Di desa Tulungagung Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Lampung 7 April 2025.
Ironi dunia kerja di Indonesia kembali tersaji. Di tengah gempuran inflasi dan naiknya harga kebutuhan pokok, PT Rama Jaya, perusahaan peternakan ayam boiler yang banyak beroperasi di provinsi Lampung, salah satunya ada di Desa Tulungagung Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung, diduga dengan enteng menggaji karyawannya hanya Rp1 juta per bulan.
Jumlah yang bahkan tidak cukup untuk menyambung hidup layak, apalagi disebut sebagai “upah layak”.
Temuan ini terkuak dari hasil investigasi langsung tim media.Fakta di lapangan mengindikasikan bahwa upah yang diterima karyawan PT Rama Jaya bukan hanya jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung sebesar Rp.2.893.070 tahun 2025 dibandingkan UMP tahun 2024 Rp.2.716.497 ada kenaikan 6,5%. tapi yang terima pekerja bahkan mendekati kategori tidak manusiawi dengan jam kerja melebihi batas ketentuan jam kerja sesuai undang undang.
Untuk karyawan lama yang telah mengabdi lebih dari lima tahun, upah hanya naik tipis menjadi Rp2 juta, plus tunjangan Rp200 ribu. Tanpa BPJS Ketenagakerjaan.Tanpa perlindungan sosial. Hanya dengan janji “kalau sakit ringan, diobati”.
Bukan sekadar melanggar aturan. Ini penghinaan terhadap kaum buruh.Bak dijaman feodalisme, neo kolonialisme!!
Padahal, UMP bukanlah angka yang bisa ditawar sesuka hati.
UMP merupakan batas minimum upah yang ditetapkan negara, garis tipis antara hidup layak dan kemiskinan. Melanggarnya bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bisa dikategorikan sebagai tindak pidana, sesuai Pasal 185 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara hingga 1 tahun dan/atau denda hingga Rp400 juta.
Pemberian fasilitas tempat tinggal dan makan 3 kali sehari kerap dijadikan dalih untuk mengurangi kewajiban membayar upah layak. Namun publik perlu tahu, tidak ada satu pun pasal dalam undang-undang yang membolehkan fasilitas dikonversi menjadi pengganti hak normatif upah minimum, kecuali melalui perjanjian kerja yang adil dan transparan, dalam banyak kasus seperti ini nyaris tidak pernah ada.
Ini adalah pola klasik: mempekerjakan buruh dengan iming-iming fasilitas, lalu membayar jauh di bawah standar. Sebuah praktik yang jika dibiarkan, adalah bentuk perBUDAKan modern yang dibungkus dengan seragam perusahaan.
Pertanyaan besarnya kini: di mana pengawasan pemerintah? Di mana Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Lampung? Apakah pelanggaran seperti ini memang sudah dianggap hal biasa, sehingga tidak lagi menggugah nurani para pejabat pengawas?
Jika benar negara hadir untuk rakyat, maka kasus ini seharusnya sudah menjadi perhatian utama. Jika benar hukum ditegakkan, maka penyelidikan harus dilakukan secepatnya.
Jika tidak, maka publik akan semakin yakin bahwa buruh kecil dibiarkan terinjak demi kenyamanan investor besar.
Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini penghinaan terhadap martabat pekerja khusus nya kaum buruh yang termarginalkan.
Informasi ini disusun berdasarkan hasil investigasi lapangan dan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dugaan pelanggaran akan dilaporkan kepada instansi terkait untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum yang sah.(Omen)